MAKALAH MANAJEMEN REPRODUKSI DAN PEMULIAAN SAPI PERAH
I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kebutuhan akan
produk peternakan sekarang ini sangat tinggi. Masyarakat Indonesia sudah mulai
sadar akan pentingnya kebutuhan protein hewani dalam mencukupi kebutuhan
nutrisinya. Produk peternakan adalah produk yang sangat primer. Sebagai contoh
yaitu daging, telur susu merupakan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi.
Untuk saat ini banyak kalangan yang beranggapan bahwa dunia peternakan adalah
dunia yang kurang mempunyai prospek ke depan. Salah satunya adalah usaha sapi
perah.
Keberlanjutan
usaha sapi perah memerlukan adanya bibit, bibit yang dimaksud adalah bibit
unggul yang mudah diperoleh. Program pembibitan dilakukan dengan melaksanakan
program pemuliaan (seleksi dan persilangan) dan memperbaiki performa
reproduksi. Performa reproduksi sapi perah tidak hanya tergantung pada gen-gen yang
dimiliki ternak. Keadaan lingkungan juga turut menunjang munculnya performa
reproduksi secara optomal. Pada iklim mikro yang berbeda reproduksi ternak
didaerah tropis dipengaruhi oleh suhu lingkungan, kelembaban dan pakan yang
tersedia bagi ternak. Suhu dan kelembaban lingkungan yang tinggi serta kondisi
pakan yang buruk menghambat laju reproduksi. Laju reproduksi yang rendah akan
membatasi program seleksi.
Reproduksi
sangat menentukan keuntungan yang akan diperoleh usaha peternakan sapi perah.
Inefisiensi reproduksi pada sapi perah betina dapat menimbulkan berbagai
kerugian seperti menurunkan produksi susu harian dan laktasi sapi produktif,
meningkatkan biaya perkawinan dan laju pengafkiran sapi betina serta
memperlambat kemajuan genetik dari sifat bernilai ekonomis. Banyak faktor mempengaruhi
kinerja reproduksi individu sapi yang sering kali sulit diidentifikasi. Bahkan
dalam kondisi optimum sekalipun, proses reproduksi dapat berlangsung tidak
sempurna disebabkan kontribusi berbagai faktor, sehingga berpengaruh selama
proses kebuntingan sampai anak terlahir dengan selamat.
1.2
Tujuan
1.2.1
mengetahui managemen breeding ternak sapi perah.
1.2.2
Mengetahui managemen perawatan ternak
sapi perah.
1.2.3
Mengetahui managemen pakan dan sistem
perkandangan ternak sapi perah.
1.2.4
Mengetahui penjagaan kesehatan ternak
sapi perah.
1.3
Manfaat
1.3.1 Memberikan
informasi management breeding sapi
perah.
1.3.2
Memberikan informasi mengenai managemen perawatan, pemberian pakan, sistem
perkandangan dan penjagaan kesehatan sapi perah.
1.4 Rumusan Masalah
1.4.1
Bagaimana perkembangan populasi dan produktivtas sapi perah?
1.4.2
Bagaimana manajemen pemeliharaan sapi perah di BBPTU Baturraden?
II.
PEMBAHASAN
2.1 Perkembangan Populasi dan Produktivitas Sapi Perah
Perkembangan
sapi perah Indonesia dalam dasawarsa terakhir jumlahnya sangat fluktuasi dengan
tingkat perkembangan yang cukup baik, rata-rata 1,2 persen pertahun (wilayah
Asia hanya 0,48 persen dan dunia 0,51 persen). Kondisi ini menunjukan bahwa
perbaikan kualitas sapi perah telah berjalan searah dengan berjalannya waktu meskipun belum mencapai
angka optimal. Banyak faktor yang mempengaruhi peningkatan mutu bibit sapi
perah salah satunya adalah melaluli grading
up baik ari pejantan yang dipakai
untuk mengawini sapi betina, maupun melalui bibit sapi betina yang dihasilkan
dari BBPTU Sapi Perah Baturraden. Data perkembangan populasi sapi perah di
tahun 2008 mencapai 407.767 ribu (Statistik Peternakan, 2009).
Populasi
sapi perah 2009 diproyeksikan berjumlah 423,8 ribu ekor dengan asumsi tidak ada
tambahan dari import sehingga untuk replacement
dan penambahan populasi hanya mengandalkan keturunan dari sapi yang ada
sekarang. Sejauh ini dimasyarakat belum tersedia sumber bibit sapi perah yang
baik. Sehingga, tanpa adanya upaya dari pemerintah untuk mendesain pola
pemulabiakan dan program sapi perah yang baik maka hampir bisa dipastikan bahwa
produktivitas sapi perah di Indonesia kedepannya akan menurun. Pandangan
mengenai produktivitas sapi di peternakan dianggap tinggi, namun sebenarnya
masih bersifat individual artinya bahwa secara keseluruhan belum menunjukan
rataan produksi seperti apa yang diharapkan. Salah satu hal yang cukup mendasar
adalah peternak mengalami kesulitan untuk mendapatkan bibit sapi yang baik pada
saat akan melakukan replacement.
Berdasarkan
pengembangan dan penerapan pemuliaan ternak, peningkatan produksi ternak dan
bibit dilaksanakan lewat beberapa strategi dan taktik. Beberapa taktik yang
sering digunakan antara lain, perbaikan tata laksana, program pencatatan
produksi, teknik inseminasi buatan, serta penyerempakan birahi (Warwick dan
Legates, 1979).
2.2
Manajemen Pemeliharaan Sapi Perah
Pemeliharaan
sapi perah adalah penyelenggaraan semua kegiatan yang berhubungan dengan
kehidupan dan kelanjutan hidup dari ternak sapi perah. Ada tiga hal penting
yang harus di perhatikan dalam pemeliharaan budidaya sapi perah yang saling
terkait atu sama lain, diantaranya pemeliharaan (budidaya), pakan dan
pembibitan. Dalam pemeliharaan kita memberikan perlakuan atau pelayanan
terhadap ternak sapi sedemikian rupa sehingga kebituhan psikologis dan biologis
dapat terpenuhi. Dalam proses pemeliharaan kita berbuat sedemikian rupa
sehingga ternak sapi perah dalam keadaan sehat, tentram, cukup makan (baik
jumlah maupun kualitasnya), serta dapat beranak setiap tahun dengan produksi
susu yang berkualitas tinggi.
Bangsa
sapi perah yang ada di BBPTU Baturraden adalah jenis Peranakan Fries Holland
(PFH). Berasal dari persilangan sapi asli Indonesia dengan sappi FH. Hasil
persilangan ini lebih terkenal dengan nama sapi Grati. Banyak diternakan
didaerah Jawa Timur yaitu di Grati. Ciri-ciri fisik sapi PFH menyerupai sapi FH
serta produksi relatif lebih rendah dibandingkan sapi FH. Untuk mendapatkan
hasil yang optimal, pola pemeliharaan sapi perah harus memperhatikan hal-hal
berikut : 1) Penyiapan sarana dan peralatan tertutama perkandangan. 2)
Pembibitan dan pemeliharaan bakalan/bibit. 3) kesehatan dan sanitasi. 4)
manajemen pemberian pakan.
1. Persiapan
sarana dan peralatan terutama perkandangan
Perencanaan
suatu bangunan kandang sapi perah, lokasi dan bangunan tersebut merupakan pertimbangan utama dan perlu
diperhatikan. Perkandangan merupakan bangunan yang digunakan sebagai tempat
tinggal ternak selama proses pemeliharaan. Soetarno (2003), setiap usaha
peternakan pasti akan membutuhkan fasilitas yang harus ada yaitu kandang guna
melindungi sapi dari derasnya hujan, kencangnya angin dan dinginnya udara malam
hari terutama di daerah pengunungan, panasnya matahari serta keamanan dari gangguan
binatang. Kandang sapi perah biasanya telah dilengkapi saluran pembuangan
kotoran berupa selokan kecil yang memanjang di bagian belakang posisi sapi.
Sementara di bagian depan kandang dilengkapi dengan tempat pakan (Setiawan,
2007). Menurut Siregar (1990), tipe kandang ada dua yaitu konvensional dan
bebas. Tipe konvensional berupa kandang yang ditempatkan pada satu jajaran yang
masing-masing dibatasi oleh suatu penyekat, sedangkan kandang bebas berupa
ruangan yang luas tanpa ada penyekat di antara sapi perah.
2. Pembibitan
dan pemeliharaan bakalan.
Pemilihan
bibit sapi perah meliputi pemilihan bibit dara yang nantinya akan menghasilkan
produksi susu dan pemilihan bibit pejantan. Pemilihan Bibit Dara Syarat-syarat
yang harus dipenuhi oleh bibit sapi perah betina dewasa adalah: (a) produksi
susu tinggi, (b) umur 3,5-4,5 tahun dan sudah pernah beranak, (c) berasal dari
induk dan pejantan yang mempunyai keturunan produksi susu tinggi, (d) bentuk
tubuhnya seperti baji, (e) matanya bercahaya, punggung lurus, bentuk kepala
baik, jarak kaki depan atau kaki belakang cukup lebar serta kaki kuat, (f)
ambing cukup besar, pertautan pada tubuh cukup baik, apabila diraba lunak,
kulit halus, vena susu banyak, panjang dan berkelok-kelok,puting susu tidak
lebih dari 4, terletak dalam segi empat yang simetris dan tidak terlalu pendek,
(g) tubuh sehat dan bukan sebagai pembawa penyakit menular, dan (h) tiap tahun
beranak.
3. Kesehatan
dan Sanitasi
Sapi perah harus
mendapatkan perawatan kesehatan secara teratur. Beberapa program kesehatan yang
harus diperhatikan yaitu pencegahan penyakit yang meliputi karantina dan
isolasi, vaksinasi, deworming,tindakan
higinie, pemotongan kuku dan pemandian sapi (Rukmana, 2009). Pada BBPTU
Baturraden tidak dilakukannya vaksinasi, dikarenakan vaksinasi telah dilakukan
di kandang isolasi sewaktu ternak diimport.
Usaha pencegahan
penyakit yaitu sebelum kandang ditempati terlebih dahulu disiram dengan air
kapur supaya bebas dari bibit penyakit, memandikan ternak setiap pukul 07.00
dan siang pukul 13.00, membersihkan kandang dan selokan. Desinfeksi dilakukan
dua kali seminggu dengan cara menyemprotkan ke seluruh bagian kandang.
Desinfektan berupa snifet dan formalin. Penyediaan obat tergantung kondisi
lapangan, bila persediaan obat habis maka dapat dibeli obat pada saat
diperlukan. Penyakit yang sering diderita yaitu diare dan batuk. Bila ternak
terkena diare maka diberi vitamin B12 atau obat tradisional dan teh. Untuk penyakit
batuk diberi antibiotik dan untuk pernafasan diberikan Tilosivet.
4. Managemen
Pemberian Pakan
Pemberian
pakan dilakuan dua kali seharian yaitu pagi pukul 08.00 dan siang pukul 14.00.
Kemudian bila pakan dalam tempat pakan habis maka ditambah sore hari sekitar
pukul 16.00 sesuai dengan kebutuhannya. Pemberian berdasarkan umur dan berat
badan. Pakan diberikan secara penuh. Pemberian pakan pada sapi dapat dilakukan
dengan tiga cara, yaitu sistem penggembalaan, kereman dan kombinasi antara
keduannya.
Pakan
yang diberikan berupa hijauan dan konsentrat. Hijauannya berupa lamtoro, rumput
benggala, rumput raja atau rumput gajah. Hijauan diberikan siang hari setelah
pemerahan sebanyak 30-50 kg/ekor/hari. Pakan rumput bagi sapi dewasa umumnya
diberikan 10% dari bobot badan dan pakan tambahan 1-2 % dari berat badan. Sapi
yang sedang menyusui memerlukan pakan tambahan 25% hijauan dan konsentrat.
Hijauan yang berupa rumput segar sebaiknya ditambah dengan kacang-kacangan.
Pemberian pakan konsentrat sebaknya dilakukan pada pagi dan sore hari sebelum
sapi di perah sebanyak 1-2kg/ekor/hari. Selain makanan sapi harus diberi minum
sebanyak 10% dari bobot badannya (Aninomous, 2005).
2.3
Manajemen Reproduksi
Reproduksi merupakan proses
perkembangbiakan suatu makhluk hidup dimulai sejak bersatunya sel telur makhluk
hidup betina dan sel mani jantan menjadi makhluk hidup baru yang disebut zigot disusul dengan kebuntingan dan
diakhiri dengan kelahiran (Hardjoprandjoto, 1995). Perkawinan yang dilakukan
untuk ternak secara kawin buatan atau IB. Triwulanningsih et al. (2009),
reproduksi merupakan suatu barometer untuk menilai kehidupan normal seekor
ternak. Teknologi reproduksi pada ternak meliputi inseminasi buatan, transfer
embrio, fertilisasi in vitro. IB adalah bioteknologi reproduksi yang
telah terbukti dapat meningkatkan mutu genetik ternak dan dapat diterima oleh
masyarakat, sehingga IB dilaksanakan secara swadaya. IB merupakan cara ampuh
untuk mengatasi kekurangan pejantan dan meningkatkan produktivitas ternak baik
secara kualitatif dan kuantitatif.
Umur sapi dara pertama kali dikawinkan berkisar 1,3
sampai 1,6 tahun dengan berat badan sekitar 350 sampai 400 Kg, sehingga
diharapkan dapat mendukung kebuntingan. Pengamatan tanda-tanda visual birahi
sangat penting, sehingga dapat dikawinkan. Sapi perah merupakan yang memiliki
tujuan untuk diambil (diperah) susunya sehingga proses kebuntingan menjadi
sangat
penting karena ternak kan menghasilkan susu ketika mereka telah beranak. Semen
beku PFH dapat diperoleh dari BIB (Balai Inseminasi Buatan) singosari.
Efisiensi reproduksi dalam populasi
ternak tidak dapat diukur semata-mata oleh proporsi ternak yang tidak mampu
memproduksi anak (salisbury dan Vandemark, 1985). Secara kuantitatif kesuburan
ternak sering dinyatakan dengan sebagai jumlah perkawinan per konsepsi (service per conseption) dan jarak
beranak (calving interval). Jarak
beranak ideal selama 365 hari. Umunya hal ini sulit untuk di capai para
kelompok tani ternak, namun banyak dijumpai pada individu api dengan tata
laksana baik (Toelihere, 1985). Meskipun demikian untuk mendapatkan jarak
beranak 365 hari, perlu diupayakan sapi betina sudah bunting kembali dalam
80-90 hari setelah beranak (anggraeni, 2008).
Dinyatakan Hardjopranjoto (1995) salah satu ukuran
yang menandakan adanya gangguan reproduksi pada suatu peternakan sapi perah adalah
masa kosong yang melebihi 120 hari. Interval perkawinan setelah beranak dan interval
antara satu ke perkawinan selanjutnya sampai menghasilkan kebuntingan merupakan
dua komponen utama dari masa kosong, sehingga sangat menentukan selang beranak
(Stevenson, 2001). Jika semua faktor lingkungan yang mempengaruhi produksi susu
tersebut dapat dikondisikan secara baik, diharapkan produksi susu akan
meningkat.
Direktorat jenderal
peternakan. 2009. Statistik peternakan 2009 direktorat jenderal peternakan,
depertemen pertanian. Jakarta.
Warwijk, E.J. and
ajisumarno. 1991. Ilmu pemuliaan ternak. Fakultas
peternakan. Universitas jenderal soedirman. Purwokerto.
Setiawan, Putra.
2007. Proses Pembuatan Pupuk Kompos Organik.
Grasindo.
Jakarta.
Soetarno, T.
2003. Manjemen Budidaya Sapi Perah. Laboratorium Ternak
Perah. Fakultas
Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Anninomous. 2005.
Petunjuk praktis beternak sapi perah. Penerbit kanisus.
Hardjopranjoto.s. 1995.
Ilmu kemajiran pada ternak. Airlangga university press. Surabaya.
Toelihere. M.r. 1985.
Fisiologi dan reproduksi pada ternak. Penerbit angkasa . bandung
ANGGRAENI, A.
2008. Indeks reproduksi sebagai faktor penentu efisiensi reproduksi sapi perah:
Fokus kajian pada sapi perah Bos taurus. Pro. Semiloka Nasional: Prospek
Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas 2020. Jakarta, 21 April 2008.
Kerjasama Puslitbang Peternakan dan STEKPI.
STEVENSON, J.S.
2001. Reproductive management of dairy cows in high milk-producing herds. J.
Dairy Sci. 84(E.Suppl.): E128 – E143.
Salisbury, g.w
dan N.L.Vandemark .1985. fisiologi reproduksi dan inseminasi buatan. Gadjah
mada university press. Yogyakarta.
SIREGAR,
A.R., P. SITUMORANG, M. BOER, G. MUKTI, J. BESTARI dan M. PURBA. 1990.
Pengkajian pemanfaatan teknologi inseminasi buatan (IB) dalam usaha peningkatan
populasi dan produktivitas sapi potong nasional di Provinsi Sumatra Barat.
Puslitbang Peternakan, Bogor.
Triwulaningsih,
E., T. Susilawati, dan Kustono. 2009. Reproduksi dan inovasi teknologi
reproduksi : Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar