Kamis, 04 Juli 2013

makalah kepemimpinan rasulullah sebagai konsep kepemimpinan islam




KEPEMIMPINAN RASULULLAH SEBAGAI  KONSEP KEPEMIMPINAN ISLAM



 
Oleh :
                                             NAMA   : UMI FADILAH
         NIM       : D1E012013
                                KELAS  : B





KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDRAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PETERNAKAN
PURWOKERTO
2013






KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Kepemimpinan Rasulullah Sebagai  Konsep kepemimpinan Islam  “ dengan baik.  
Makalah ini disusun dan dibuat berdasarkan materi-materi yang ada. Materi-materi bertujuan agar dapat menambah pengetahuan dan wawasan mahasiswa dalam belajar kepemimpinan modern yang baik sesuat ajaran islam. Serta mahasiswa juga dapat memahami nilai – nilai dasar yang direfleksikan dalam berpikir dan bertindak.
Kemampuan maksimal dan usaha yang keras telah saya curahkan dalam menyusun makalah ini. Semoga usaha saya tidak sia-sia dan mendapatkan hasil yang baik.Akhirnya, saya menyadari bahwa makalah yang saya susun ini masih jauh dari sempurna, karena saya menyusun ini dalam rangka mengembangkan kemampuan diri. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun baik lisan maupun tulisan sangat saya harapkan.


                                                                Purwokerto, Juni 2013
                                                                                                                           

                                                                                                              Penulis






DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR............................................................................................. i
DAFTAR ISI........................................................................................................... ii
I.                   PENDAHULUAN
1.1  Latar belakang................................................................................. 1
1.2  Tujuan.............................................................................................. 2
II.                TEORI KEPEMIMPINAN DAN KEPEMIMPINAN RASULULLAH
2.1  Pengertian Kepemimpinan............................................................... 3
2.2  Gaya Kepemimpinan....................................................................... 4
2.3  Gaya Kepemimpinan dimasa Rasulullah......................................... 7
III.             AMANAH DEKAT DENGAN ALLAH DAN EFISIEN DALAM KEPEMIMPINAN
3.1  Kepemimpinan yang Amanah.......................................................... 9
3.2  Hubungan Dekat dengan Allah..................................................... 11
3.3  Efisien............................................................................................ 15
IV.             PEMIMPIN YANG PENLONG, BAGUS MORALNYA DAN PROFESIONAL
4.1  Penolong............................................................................... …….18
4.2  Bagus Moralnya............................................................................. 18
4.3  Profesional..................................................................................... 20
KESIMPULAN..................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... iii
  

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Menjadi pemimpin bukan perkara yang mudah, namun banyak diantara kita yang sangat ingin dan menginginkan untuk menjadi pemimpin. Kepemimpinan sendiri mengandung arti proses mempengaruhi orang lain sehingga yang dipengaruhi mau mengerti arahan sang pemimpin. Tapi untuk mewujudkan kepemimpinan yang sulit itu sekarang banyak teori-teori kepemimpinan untuk bahan belajar dan melatih kepemimpinan seseorang. Gaya kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap para perilaku anggota/ followers. Gaya kepemimpinan yang dipakai pemimpin-pemimpin di Indonesia kebanyakan menggunakan gaya participating yaitu selalu berpartisipasi dalam pengambilan keputusan ( musyawarah ), namun dalam faktanya itu tidak dapat terealisasikan dengan baik.
Seorang pemimpin menerima kekuasaan sebagai amanah dari Allah yang disertai dengan tanggung jawab yang besar. Pemimpin juga harus memiliki hubungan yang dekat dengan Allah agar seorang pemimpin selalu ingat juga akan tugasnya sebagai makhluk dibumi yaitu sebagai khalifah ( pemimpin  ) dan sebagai Abdullah ( hamba  Allah ). Al-qur’an memerintahkan pemimpin untuk melaksanakan tugasnya untuk Allah dan menunjukan sikap baik kepada pengikutnya. Selain itu, pemimpin juga harus sifat efisien ( tidak boros ) agar pemimpin tidak membelanjakan sesuatu yang tidak bermanfaat serta apa yang bukan menjadi haknya ( uang rakyat/followers ).
Generasi muda sekarang harus melahirkan para calon pemimpin yang penolong, bagus moralnya dan profesional. Pemimpin yang penolong  dapat sedikit demi sedikit meringankan beban orang lain, misalnya pada pemerintahan sekarang ini adalah menolong dalam hal pengangkatan kemiskinan di Indonesia. Sadangkan pemimpin yang bagus moralnya dan profesional dapat menyelamatkan pergaulan laki-laki dan perempuan Indonesia. Sehingga teerwujudnya rakyat Indonesia yang profesional dalam bekerja sehingga kemakmuran semakin dekat untuk digapai.

1.2  Tujuan
1.2.1        Mengkaji teori kepemimpinan dan kepemimpinan dimasa Rasullullah
1.2.2        Mengkaji kepemimpinan yang amanah, dekat dengan Allah serta bersikap efisien
1.2.3        Menciptakan para pemimpin yang memiliki jiwa penolong disertai dengan moral yang bagus serta profesional

BAB II
TEORI KEPEMIMPINAN DAN KEPEMIMPINAN RASULULLAH
2.1 Pengertian Kepemimpinan
Secara etimologi, kepemimpinan berasal dari kata dasar pemimpin, dalam bahasa Inggrisnya “leadership” yang berati kepemimpinan, dari kata dasar “leader” berarti pemimpin dan akar katanya “to lead” yang terkandung beberapa arti yang saling erat berhubungan: bergerak lebih awal, berjalan di awal, mengambil langkah awal, berbuat paling dulu, mempelopori, mengarahkan pikiran-pendapat-orang lain, membimbing, menuntun, menggerakkan orang lain melalui pengaruhnya ( Usman, 2006 ).
Sedangkan menurut Inu Kencana Syafiie, secara etimologi kepemimpinan dapat diartikan sebagai berikut:
1) Berasal dari kata “pimpin” (dalam Bahasa Inggris “lead”) berarti bimbing atau tuntun. Dengan demikian di adalamnya ada dua fihak yaitu yang dipimpin (umat) dan yangmemimpin (imam).
2) Setelah ditambah awalan “pe” menjadi “pemimpin” (dalam bahasa Inggris “leader” ) berarti orang yang mempengaruhi orang lain melalui proses kewibawaan komunikasi sehingga orang lain tersebut bertindak untuk mencapai tujuan tertentu.
3) Apabila ditambah akhiran “an” menjadi “pimpinan” artinya orang yang mengepalai. Antara pemimpin dengan pimpinan dapat dibedakan, yaitu pimpinan (kepala) cenderung lebih sentralistis, sedangkan pemimpin lebih demokratis.
4) Setelah dilengkapi dengan awalan “ke” menjadi “kepemimpinan” (dalam bahasa Inggris “leadership” ) berarti kemampuan dan kepribadian seseorang dalam mempengaruhi serta membujuk pihak lain agar melakukan tindakan npencapaian tujuan bersama, sehingga dengan demikian yang bersangkutan menjadi awal struktur dan pusat proses kelompok ( Syafiie,2000)
Secara terminologi terdapat beberapa definisi tentang kepemimpinan. Seseorang pemimpin, baik ia merupakan pemimpin formal maupun informal menjalankan atau melaksanakan “kepemimpinan” yang dengan sendirinya berbeda: derajatnya, bobotnya, daerah jangkauannya dan sasaran-sasarannya ( Winardi, 1983 )
Kepemimpinan adalah suatu proses dimana seseorang dapat menjadi pemimpin ( leader) melalui aktivitas yang terus menerus sehingga dapat mempengaruhi yang dipimpinnya ( followers ) dalam rangka mencapai tujuan organisasi atau perusahaan. Hal ini juga sesuai dengan pengertian kepemimpinan yang disampaikan pada waktu perkuliahan yaitu proses mempengaruhi orang lain sehingga yang dipengaruhi mau mengikuti arahan sang pemimpin. Sedangkan kepemimpinan menurut Terry dalam Davis ( 1985 ) “ Leadership is the relationship in which one person, or the leader influences other to work together willingly on related tasks to attain that which the leader desires, “ kepemimpinan adalah proses mendorong dan membantu orang lain untuk bekerja dengan antusias guna mencapai tujuan.

2.2 Gaya Kepemimpinan
Nasution ( 1994 ) mengemukakan bahwa seseorang pemimpin harus mengembangkan suatu gaya dalam memimpin bawahanya. Menurut Hersey dan Blancard ( 1982 ) empat perilaku pemimpin yang spesifik : memberitahukan, menjual, berperan serta, dan mendelegasikan (  telling, selling, participating, delegating ). Pernyataan tersebut sesuai dengan materi perkulian. Keempat gaya dasar kepemimpinan situasional tersebut adalah :
1.                  S1 Telling ( memberitahukan )
Dicirikan dengan perilaku tugas yang tinggi dan rendah hubungan., atau disebut dengan gaya yang direktif yang menyediakan arahan dan supervisi yang spesifik dan jelas. Telling dicirikan oleh perilaku pemimpin yang menetapkan peranan dan memberitahukan seseorang atau grup tentang apa, kapan, dimana, bagaimana, dan dengan siapa melakukan berbagai tugas. Selain itu, gaya ini juga dilambangkan dengan komunikasi satu arah dimana pemimpin memberikan petunjuk atau arahan-arahan kepada bawahan dalam menyelesaikan tugas dan pencapaian tujuan ( Hersey dan Blanchard, 1982 ). Hal tersebut juga sesuai dengan materi perkuliahan yang disampaikan bahwa pada gaya telling pemimpin selalu memberikan arahan/intruksi.
Adapun inisiatif pemecahan masalah dan pembuatan keputusan semata-mata dilakukan oleh pemimpin ( Thoha, 2007 ). Gaya ini sesuai jika diterapkan pada bawahan yang tingkat kematanganya rendah ( low maturity ), yaitu tidak mampu dan tidak mau memikul tanggung jawab untuk melakukan sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan ( Hersey dan Blanchard, 1982 ). Menurut perkuliahan yang saya ikuti gaya ini menunjukan anggota kelompok yang tidak terbatas serta gaya ini juga cocok untuk daerah yang kurang maju ataupun pada  kerajaan,
Kekuatan dan kelemahan gaya kepemipinan telling  adalah :
a.       Kekuatan dalam gaya kepemimpinan itu adalah dalam kejelasan tentang apa yang diinginkan, kapan keinginan itu harus dilaksanakan, dan bagaimana caranya.
b.      Kelemahan dari pemimpin dengan gaya kepemimpinan ini adalah pemimpin selalu ingin mendominasi semua persoalan sehingga ide dan gagasan bawahannya tidak berkembang. Semua persoalan akan bermuara kepadanya mengandung unsur ketergantungan yang tinggi pada pemimpin ( Moeljono, 2003 )

2.               S2 Selling ( menjajakan )
Dicirikan dengan perilaku tugas dan perilaku hubungan yang sama tinggi. Pada gaya yang disebut selling ini pemimpin masih menyediakan hampir arahan, namun melalui komunikasi dua arah dan penjelasan. Gaya ini sesuai jika diterapkan pada bawahan dengan tingkat kematangan rendah ke sedang (  low to moderate maturity ) yaitu tidak mampu tapi mau memikul tanggung jawab untuk melakukan suatu tugas ( Hersey dan Blanchard, 1982 ).
Pemimpin juga menyediakan perilaku mendukung dengan berusaha mendengarkan perasaan pengikut tentang keputusan yang dibuat, serta ide-ide dan saran-saran mereka. Namun walaupun dukungan terhadap bawahan ditingkatkan, pengambilan keputusan tetap pada pemimpin ( Thoha, 2007 ). Hal ini sesuai dengan perkuliahan yaitu proses pengambilan keputusan terletak pada pemimpin, serta tugas-tugas di florkan.
3.                  S3 Partipating ( mengikutsertakan )
Dicirikan dengan perilaku hubungan yang tinggi dan perilaku rendah tugas. Pada gaya ini, perilaku pemmpin menekankan pada banyak memberikan dukungan dan sedikit dalam pengarahan. Dalam penggunaan gaya tiga ini pemimpin dan pengikut saling tukar menukar ide dalam pemecahan masalah dalam pembuatan keputusan. Komunikasi dua arah ditingkatkan, dan peranan pemimpin adalah secara aktiv mendengar. Tanggung jawab pemecahanan masalah dan pembuatan keputusan sebagian besar pada pihak pengikut ( Thoha, 2007 ). Gaya ini sesuai jika diterapkan pada bawahan yang tingkat kematanganya sedang ke tinggi (  moderate to high maturity ) yaitu mampu tapi tidak mau melakukan hal-hal yang diinginkan pemimpin ( Hersey dan Blanchard, 1982 ).
Gaya participating berarti semua anggota maupun pemimpin ikut berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, atau biasa dilakukan dengan musyawarah, mufakat ( demokrasi ). Tetapi jika dilihat pada Negara Indonesia saat ini meskipun sebagai negara demokrasi namun, musyawarah mufakat sudah jarang dilakukan. Dalam musyawarah kekuatanya terletak pada argumentasi bukan one vote one man. Voting dalam musyawarah berlaku “ yang punya ilmu diberi suara lebih banyak daripada yang tidak punya ilmu” ( penjelasan perkuliahan kepemimpinan ).

4.                     S4 Delegating ( mendelegasikan )
Dicirikan dengan perilaku hubungan dan perilaku tugas yang sama-sama rendah. Pemimpin dengan gaya seperti ini menyediakan sedikit arahan dan memberikan sedikit dukungan atau tingkat komunikasi dua arah yang rendah. Pemimpin mendelegasikan kepada bawahanya, dan bawahanya memiliki kontrol untuk memutuskan sendiri tentang bagaimana cara pelaksanaan tugas ( Toha, 2007 ). Gaya ini sesuai jika diterapkan pada bawahan yang tingkat kematanganya tinggi (  high maturity ) yaitu mampu dan untuk memikul tanggung jawab ( Hersey dan Blanchard, 1982 ).
Di tengah-tengah dinamika organisasi, maka untuk mencapai efektifitas organisasi-organisasi keempat gaya kepemimpinan diatas perlu disesuaikan dengan tuntutan keadaan. Ada saatnya memerlukan S1 tetapi ada saatnya pula diperlukan S4 dan yang lainya. Pemilihan gaya kepemimpinan sendiri lebih diutamakan pada persoalan dengan siapa seorang pemimpin berhadapan atau dengan kata lain siapa yang menjadi bawahannya ( followers ) ( Hersey dan Blanchard, 1982 ).

2.3 Gaya Kepemimpinan di masa Rasulullah
Hijrah berarti perpindahan/migrasi dari nabi Muhammad dan pengikutnya  dari Makkah ke Madinah. Hal ini terjadi karena ada isu mengenai akan dibunuhnya Nabi Muhammad SAW, maka secara diam-diam Nabi Muhammad bersama Abu Bakar pergi meninggalkan kota Makkah. Sedikit demi sedikit Nabi Muhammad dan pengikutnya berhijrah ke Yastrib 320 km utara Makkah. Yang kemudian kota Yastrib berubah nama menjadi Madinah ( Shamsi, 1984 ).
Kepemimpinan nabi Muhammad terbagi didua kota yaitu di Makkah ( selama 13 tahun ) dan di Madinah ( selama 10 tahun ). Namun, di waktu yang lebih singkat jika dibandingkan dengan periode Makkah, Rasulullah berhasil menjadikan masyarakat di kota Madinah sejahtera, atau yang biasa disebut masyarakat madani. Terminologi masyarakat madani pertama kali dipopulerkan oleh Mohammad An-Nuqaib Al-Attas, yaitu Mujtamak madani yang secara etimologi mempunyai dua arti: pertama, masyarakat kota. Kedua masyarakat yang beradap (masyarakat tamaddun). Dalam bahasa Inggris dikenal dengan civilty atau civilation, dalam makna ini masyarakat madani dapat berarti dengan Civil Society yaitu masyarakat yang menjunjung peradaban.( Barnadib,1998 ).
Dalam periode Madinah, konsep ini terlihat lebih jelas dibanding periode Mekah. Rasulullah telah menjadikan Madinah dengan kondisi yang begitu plural, berikut dengan berbagai aliran kepercayaan yang ada di dalamanya sebagai basis untuk meletakkan fondasi keislaman dan kemasyarakatan secara inklusif. Dalam hal ini, Rasulullah berhasil membentuk masyarakat yang menjunjung tinggi nilai, norma, dan hukum yang ditopang oleh penguasaan iman, ilmu dan peradaban. Konsep inilah yang belakangan ini diistilahkan sebagai konsep masyarakat madani ( Al-Mabarkafuri, 2008 ).
Dengan demikian, istilah masyarakat madani memiliki korelasi yang begitu erat dengan masyarakat Madinah pada masa Rasulullah. Dari sini, kita bisa mengambil sebuah pendapat bahwa konsep masyarakat madani tidak hanya berkutat pada perwujudan kondisi masyarakat atau warga negara yang berperadaban secara materi (duniawi) saja. Akan tetapi, konsep masyarakat madani sebagaimana kondisi masyarakat Madinah pada masa Rasulullah adalah perwujudan suatu masyarakat yang memiliki basis keimanan dan keislaman yang kuat, yang kemudian dimanifestasikan dalam nilai-nilai dan norma-norma yang dijunjung tinggi oleh seluruh elemen masyarakat. Kondisi seperti ini harus pula disertai dengan geliat intelektual yang tinggi, sehingga menghasilkan komunitas yang berintegritas tinggi dan berperadaban luas. Dalam hal ini bisa disimpulkan bahwa masyarakat madani yang dibangun oleh Rasulullah di Madinah adalah masyarakat yang menjadikan akhirat (spirit keagamaan) sebagai fondasi, dan dunia (materi) sebagai bangunannya.


BAB III
AMANAH, DEKAT DENGAN ALLAH DAN EFISIEN DALAM KEPEMIMPINAN
3.1 Kepemimpinan yang Amanah
Kepemimpinan dalam islam terkenal dengan khalifah islamiyah  atau biasa disebut juga dengan imamah. Sebagai seorang kepala Negara dalam islam disebut khalifah/imam (  Al-Mawardi, 1973 ). Kepemimpinan islam juga dijelaskan dalam hadist Rasulullah SAW : “ Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah SWT “. Minimalnya sebagai manusia kita harus tanggung jawab terhadap diri sendiri, karena didepan Tuhan kita semua akan dimintai pertanggung jawaban ( menurut materi perkuliahan).  
Amanah merupakan salah satu bahasa Indonesia yang telah disadur dari bahasa Arab. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, kata yang menunjuk makna kepercayaan menggunakan dua kata, yaitu amanah atau amanat. Amanah memiliki beberapa arti, antara lain 1) pesan yang dititipkan kepada orang lain untuk disampaikan. 2) keamanan: ketenteraman. 3) kepercayaan. Sedangkan amanat diartikan sebagai 1) sesuatu yang dipercayakan atau dititipkan kepada orang lain. 2) pesan. 3) nasihat yang baik dan berguna dari orang tua-tua; petuah. 4) perintah (dari atas). 5) wejangan (dari seorang pemimpin). Sedangkan dalam bahasa Arab, kata amanah diambil dari akar kata alif, mim dan nun yang memiliki dua makna: 1) lawan kata khianat yaitu ketenangan dan ketenteraman hati, 2) al-tasdiq yaitu pembenaran ( Tim Penyusun Kamus Bahasa Indonesia, 2008 ). Sedangkan menurut mata kuliah kepemimpinan amanah merupakan salah satu karakteristik dari seorang mu’min, sebagaimana diterangkan dalam Q.S. Al-Mu’min ( 23 ) : 8. Orang yang amanah mau menerima tugas dan mau melaksanakannya.
Seperti yang diajarkan Nabi Muhammad bahwa seorang pemimpin harus memiliki sifat amanah. Beliau sendiri adalah pemimpin yang selalu menjunjung tinggi amanah. Beliau tidak pernah berjanji kecuali janji itu ditepati. Al-amin atau orang yang terpercaya merupakan atribut yang melekat dalam dirinya. Sikap amanah yang diakui bukan hanya oleh sahabat – sahabatnya. Bahkan oleh mereka yang berbeda keyakinan. Karena amanahnya setiap keputusan yang diambil selalu memuaskan semua pihak ( Yulistina, 2007 ).
Dalam pandangan islam kepemimpinan merupakan amanah dan tanggung jawab yang tidak hanya dipertanggung jawabkan kepada anggota-anggota yang dipimpinnya saja tetapi juga akan dipertanggung jawabkan di hadapan Allah swt. Dalam Al-Qur’an, manusia satu-satunya makhluk yang dicela karena menerima amanah dari Allah SWT. Pada saat makhluk lain menolaknya ketika ditawarkan kepadanya. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-ahzab ( 33 ) : 72 yang artinya “ Sesungguhnya kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikulah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh”. Namun kebanyakan manusia sering berlaku zalim dan bodoh, yaitu mau menerima tugas tetapi tidak mau melaksanakanya. Ini merupakan amanat yang sangat berat untuk diemban manusia padahal makhluk yang lain memilih untuk ‘enggan’ menerima amanat ini ( Chundori, 2012 ).
Sayid   Qutbh dalam taksir Fi Dulail Qur’an pada Q.S Al-Baqoroh ayat 30-39 menyimpulkan bahwa ada dua prinsip utama tentang konsepsi dan realitas tentang manusia, yaitu pertama manusia adalah tuan ( penguasa dimuka bumi ). Artinya semua yang ada dimuka bumi diciptakan untuk kepentingan hidup manusia. Dengan demikian tentunya manusia lebih mulia daripada segala benda dan semua nilai material dimuka bumi ini. Kedua, manusia memiliki peranan utama dalam mengelola dan memelihara bumi. Dalam menjalankanya peranan manusia dituntut mampu mentarbiyahkan diri, keluarga dan sekaligus memberikan pencerahan kepada orang lain ( Qutbh, 2001 ).
Kesempurnaan penciptaan manusia di dasari dengan kepemilikan sumber-sumber ilmu dan amal perbuatan yang diberikan Allah berupa hati, akal, telinga, mata dan organ tubuh lainnya. Dengan perangkat-perangkat tersebut manusia diserahi tangung jawab sebagai khalifah dan ‘abdun. Dua tanggung jawab itulah yang akan menjadikan manusia mendapatkan kemuliaan apabila seluruh potensi dan tanggung jawabnya dapat dijalankan dengan baik, dan sebaliknya akan mendapatkan hinaan apabila manusia tidak mampu menjaga amanat kekhalifahan dan kehambaanya dengan perilaku yang menyimpang dari syariatnya ( Chundori, 2012 ).

3.2              Hubungan Dekat dengan Allah
Seorang pemimpin harus memiliki hubungan yang dekat dengan Allah agar selalu ingat akan tanggung jawabnya. Secara kategorial Al-Qur’an mendudukan manusia kedalam dua fungsi pokok, yaitu sebagai hamba (‘abd ) Allah ( Priatna, 2004 ). Pandangan kategorikal ini tidak mengisyaratkan suatu pengertian yang bercorak dualisme dikotomik. Dengan penyebutan kedua fungsi ini, al-Quran ingin menekankan muatan fungsional yang harus diemban oleh manusia dalam melaksanakan tugas - tugas kesejarahan dalam kehidupannya di muka bumi. Pertama, manusia sebagai hamba (‘abid), dituntut untuk sukses menjalin hubungan secara vertikal dengan Tuhan. Kedua, manusia sebagai khalifah, dituntut untuk sukses menjalin hubungan secara horizontal dengan sesama makhluk. Tidak sukses sebagai hamba, jika seseorang gagal dalam menjalani tugasnya sebagai khalifatullah. Begitu sebaliknya, tidak sukses sebagai khalifah, jika seseorang gagal menjalin hubungan sebagai hamba dengan Tuhan. Manusia yang paripurna atau manusia seutuhnya (insan kamil) adalah orang yang sukses sebagai hamba juga sebagai khalifah ( Shihab, 2007 ).
Terpilihnya manusia sebagai khalifah dimuka bumi ini merupakan taqdir Allah dan Allah telah menciptakan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna dibanding makhluk lainnya. Pengertian abdullah apabila dihubungkan dengan khalifah, diperoleh pemahaman bahwa kedudukan sebagai khalifah adalah sebagai pengganti, ia menjadi pemegang kepemimpinan dan kekuasaan yang ada. Oleh karena itu, esensi seorang khalifah adalah kreativitas. Sedangkan kedudukan seorang abd adalah pengabdi, yang pengabdiannya itu hanya layak diberikan pada Tuhan. Oleh karena itu, esensi seorang hamba adalah ketaatan dan kepatuhan. Dengan demikian, kedudukan manusia di alam raya ini di samping sebagai khalifah yang memiliki kekuasan untuk mengolah alam dengan menggunakan segenap daya potensi yang dimilikinya, juga sekaligus sebagai hamba yang keseluruhan usaha dan kreativitasnya itu harus dilaksanakan dalam rangka ibadah kepada Allah ( Shihab, 2007 ).
Selain sebagai Abdullah manusia juga ditugaskan untuk menjadi khalifah. Secara etimologi khalifah  oleh Nurcholis Madjid ( 1992 ) mengartikan khalifah dengan yang mengikuti dari belakang, jadi wakil atau pengganti di bumi. Sedangkan menurut M. Quraish Shihab ( 2007 ) kata khalifah, berakar dari kata khulafa' yang pada mulanya berarti belakang, kemudian seringkali diartikan sebagai pengganti. Karena yang menggantikan selalu berada atau datang di belakang, sesudah yang digantikannya
Secara terminologi Hasan Langgulung ( 1989 ) membagi pengertian khalifah berdasarkan siapa menggantikan siapa dalam kata khalifah disimpulkan menjadi tiga pendapat. Pertama, mengatakan bahwa umat manusia sebagai makhluk yang menggantikan makhluk yang lain yang telah menempati bumi ini. Dipercayai bahwa makhluk itu adalah jin. Kedua, khalifah hanya bermakna mana–mana kumpulan manusia menggantikan yang lain. Ketiga, Khalifah tidak sekadar seorang yang menggantikan orang lain, tapi ia (manusia) adalah pengganti Allah.  Khalifah bertindak dan berbuat sesuai dengan perintah Allah ( Langgulung, 1989 ).
M. Quraish Shihab memberi sebuah kongklusi, bahwa khalifah adalah seseorang yang diberi kedudukan oleh Allah untuk mengelola suatu wilayah, ia berkewajiban untuk menciptakan suatu masyarakat yang hubungannya dengan Allah baik, kehidupan masyarakatnya harmonis dan agama, akal, dan budayanya terpelihara ( Shihab, 2007 ).
Pandangan tersebut meniscyakan khalifah tidak akan berbuat sesuatu yang mencerminkan kemungkaran atau bertentangan dengan kehendak Tuhan. Untuk melaksanakan fungsi kekhalifahan dan peribadatan ini dengan baik, manusia membutuhkan pendidikan, dan sarana pendukung lainya. Ini menandakan kedudukan manusia di alam semesta ini, sebagaimana disebutkan al-Quran, sangat erat kaitannya dengan pendidikan. Manusia yang dapat melaksanakan fungsi-fungsi kekhalifahan dan peribadatan itulah yang diharapkan muncul dari kegiatan atau usaha-usaha pendidikan Islam. Karena manusia mempunyai keistimewaan di banding makhluk Allah yang lain, maka dapat kita lihat dalam surat Al-Baqoroh ayat 30-33 yang memaparkan proses kejadian manusia dan pengangkatannya sebagai khalifah ( Priatna, 2004 ).
Peta dan kompas itu adalah al Qur’an. Allah SWT menyatakan, al Qur’an adalah petunjuk bagi manusia (hudan linnas). Hal ini sesuai dengan firman allah yang artinya “Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).”… (QS. Al Baqarah (2): 185).  ( Al-qur’an dan terjemahan, 1998 )
Selain al-qur’an sebagai petunjuk umat islam didunia, Allah SWT juga telah menetapkan para khulafaurrasyidin. Kata khulafaurrasyidin itu berasal dari bahasa arab yang terdiri dari kata khulafa dan rasyidin, khulafa’ itu menunjukkan banyak khalifah, bila satu di sebut khalifah, yang mempunyai arti pemimpin dalam arti orang yanng mengganti kedudukan rasullah SAW sesudah wafat melindungi agama dan siasat (politik) keduniaan agar setiap orang menepati apa yang telah ditentukan oleh batas-batanya dalam melaksanakan hukum-hukum syariat agama islam. Adapun kata Arrasyidin itu berarti arif dan bijaksana. Jadi khulafaurrasyidin mempunyai arti pemimpim yang bijaksana sesudah nabi muhammad wafat. Mereka itu terdiri dari para sahabat nabi muhammad SAW yang berkualitas tinggi dan baik adapun sifat-sifat yang dimiliki khulafaurrasyidin sebagai berikut :
a. Arif dan bijaksana
b. Berilmu yang luas dan mendalam
c. Berani bertindak
d. Berkemauan yang keras
e. Berwibawa
f. Belas kasihan dan kasih saying
g. Berilmu agama yang amat luas serta melaksanakan hukum-hukum islam
Para sahabat yang disebut khulafaurrasyidin terdiri dari empat orang khalifah yaitu :
1. Abu Bakar Ash-Shiddiq (11-13 H/632-634M).
Abu Bakar, nama lengkapnya ialah Abdullah bin Abi Quhafa At-Tammi. Di zaman pra Islam bernama Abdul Ka’bah, kemudian diganti oleh Nabi menjadi Abdullah. Gelar Ash-Shiddiq diperolehnya karena ia dengan segera membenarkan nabi dalam berbagai pristiwa, terutama Isra’ dan Mi’raj. Abu Bakar memangku jabatan khalifah selama dua tahun lebih sedikit, yang dihabiskannya terutama untuk mengatasi berbagai masalah dalam negeri yang muncul akibat wafatnya Nabi ( Amin, 2009 ).
2. Umar bin Khaththab (13-23H/634-644M)
Umar bin Khaththab nama lengkapnya adalah Umar bin Khaththab bin Nufail keturunan Abdul Uzza Al-Quraisi dari suku Adi; salah satu suku terpandang mulia. Umar dilahirkan di mekah empat tahun sebelum kelahiran Nabi Muhammad SAW. Ia adalah seorang berbudi luhur, fasih dan adil serta pemberani. ( Amin, 2009 ).
Selama pemerintahan Umar, kekuasaan Islam tumbuh dengan sangat pesat. Islam mengambil alih Mesopotamia dan sebagian Persia dari tangan dinasti Sassanid dari Persia (yang mengakhiri masa kekaisaran sassanid) serta mengambil alih Mesir, Palestina, Syria, Afrika Utara dan Armenia dari kekaisaran Romawi . Saat itu ada dua negara adi daya yaitu Persia dan Romawi. Namun keduanya telah ditaklukkan oleh kekhalifahan Islam dibawah pimpinan Umar. Selama pemerintahan Umar, kekuasaan Islam tumbuh dengan sangat pesat. Islam mengambil alih Mesopotamia dan sebagian Persia dari tangan dinasti Sassanid dari Persia (yang mengakhiri masa kekaisaran sassanid) serta mengambil alih Mesir, Palestina, Syria, Afrika Utara dan Armenia dari kekaisaran Romawi . Saat itu ada dua negara adi daya yaitu Persia dan Romawi. Namun keduanya telah ditaklukkan oleh kekhalifahan Islam dibawah pimpinan Umar. ( Donner, 1981 )
3. Utsman bin Affan (23-36H/644-656M).
Khalifah ketiga adalah Utsman bin Affan. Nama lengkapnya ialah Utsman bin Affan bin Abil Ash bin Umayyah dari suku Quraisy. Seperti halnya Umar, Utsman diangkat menjadi Khalifah melalui proses pemilihan. Bedanya, Umar dipilih atas penunjukan langsung sedangkan Utsman diangkat atas penunjukan tiadak langsung, yaitu melewati badan Syura yang dibentuk oleh Umar menjelang wafatnya ( Abu, 1996 ).
5.                  Ali bin Abi Thalib.
Setelah Usman wafat, masyarakat beramai-ramai membaiat Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah. Ali memerintah hanya enam tahun. Selama masa pemerintahannya, ia menghadapi berbagai pergolakan. Tidak ada masa sedikit pun dalam pemerintahannya yang dapat dikatakan setabil. Setelah menduduki jabatan khalifah, Ali memecat para gubernur yang di angkat oleh Usman. Dia juga menarik kembali tanah yang dihadiahkan Usman kepada penduduk dengan menyerahkan hasil pendapatannya kepada negara, dan memakai kembali sistem distribusi pajak tahunan diantara orang-orang Islam sebagaimana pernah ditetapkan Umar ( Amin, 2009 ).
3.3  Efisien
Cara mengefisienkan :
1.               Dengan dakwah
Secara etimologi (bahasa) dakwah berasal dari kata da’wah yang bersumber pada kata da’â-yad’û-da’watan yang berarti panggilan, ajakan atau seruan dan undangan atau do’a. ( sukayat, 2009 ). Dijelaskan pula oleh Abdul Aziz ( 2010 ) bahwa dakwah bisa berarti memanggil, menyeru, menegaskan atau membela sesuatu, perbuatan atau perkataan untuk menarik manusia kepada sesuatu dan memohon atau meminta
Sedangkan dakwah secara terminologi atau istilah telah banyak dirumuskan oleh para ahli. Walaupun berbeda susunan redaksinya, namun maksud dan makna hakikinya sama. Berikut akan penulis kemukakan beberapa definisi dakwah menurut para ahli ilmu dakwah.
a)      Menurut Prof. Toha Yahya Omar, M.A.
Dakwah ialah mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan untuk keselamatan dan kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat.( omar, 1979 )
b)      Menurut Prof. A. Hasjmy
Dakwah ialah mengajak orang lain untuk meyakini dan mengamalkan aqidah dan syari’ah Islamiyah yang terlebih dahulu telah diyakini dan diamalkan oleh pendakwah sendiri.( hajsmy,1884 )
c)      Menurut M. Natsir
Dakwah ialah usaha-usaha menyerukan dan menyampaikan kepada prorangan manusia dan seluruh umat manusia konsepsi Islam tentang pandangan dan tujuan hidup manusia di dunia ini, dan yang meliputi  al-amar bi al-ma’ruf an-nahyu an al-munkar dengan berbagai macam cara dan media yang diperbolehkan akhlak dan membimbing pengalamannya dalam perikehidupan bermasyarakat dan perikehidupan bernegara.( natsir, 2008)
d)     Menurut Dr. M. Quraish Shihab
Dakwah adalah seruan atau ajakan kepada keinsyafan atau usaha mengubah situasi kepada situasi yang lebih baik dan sempurna, baik terhadp pribadi maupun masyarakat. Perwujudan dakwah bukan sekedar usaha peningkatan pemahaman dalam tingkah laku dan pandangan hidup saja, akan tetapi juga menuju sasaran yang lebih luas. Apalagi pada masa sekarang ini, ia harus lebih berperan menuju kepada pelaksanaan ajaran Islam secara lebih menyeluruh dalam berbagai aspek.( shihab, 2001)
e)      Menurut Ibnu Taimiyah
Dakwah merupakan suatu proses usaha untuk mengajak agar orang beriman kepada Allah, percaya dan mentaati apa yang telah diberitakan oleh Rasul serta mengajak agar dalam menyembah kepada Allah seakan-akan melihat-Nya.( taimiyah, 2009 )
Dengan demikian berdakwah, kita mengajak orang lain berdaya dan mencegah orang lain dari keterpurukan. Selain berda’wah Amar Ma’ruf Nahi Munkar juga penting sebagai kewajiban sosial umat Islam.
Hamka berpendapat bahwa pokok dari amar ma’ruf adalah mentauhidkan Allah, Tuhan semesta alam. Sedangkan pokok dari nahi munkar adalah mencegah syirik kepada Allah. Implementasi amar ma’ruf nahi munkar ini pada dasarnya sejalan dengan pendapat khalayak yang dalam bahasa umumnya disebut dengan public opinion, sebab al ma’ruf adalah apa-apa yang disukai dan diingini oleh khalayak, sedang al munkar adalah segala apa yang tidak diingini oleh khalayak. Namun kelalaian dalam ber-amar ma’ruf telah memberikan kesempatan bagi timbulnya opini yang salah, sehingga yang ma’ruf terlihat sebagai kemunkaran dan yang munkar tampak sebagai hal yang ma’ruf.
2.      Dengan membaca
Pengertian membaca menurut Kholid A. H dan Lilis S (1997: 140), Membaca adalah mengemukakan atau membunyikan rangkaian lambang – lambang bahan tulis yang dilihatnya dari huruf menjadi kata, kemudian menjadi frasa, kalimat dan seterusnya. Sedangkan pengertian membaca menurut Samsu Somadayo (2011: 4) mengungkapkan bahwa membaca adalah suatu kegiatan interaktif untuk memetik serta memahami arti yang terkandung di dalam bahan tulis.
3.      Bergaul dengan baik
Bergaul adalah salah satu cara yang dilakukan manusia untuk bersosialisasi dengan sesama manusia dan bergaul sudah menjadi suatu kebutuhan bagi setiap manusia. Karena pada hakikatnya manusia tidak dapat hidup sendiri, walaupun manusia itu sendiri diciptakan berbeda-beda. Seperti yang dituliskan pada Al-Quran yang berbunyi:
“Maka dari itu, janganlah perbedaan menjadi penghalang kita untuk bergaul atau bersosialisasi dengan lingkungan sekitar kita. Anggaplah itu merupakan hal yang wajar, sehingga kita dapat menyikapi perbedaan tersebut dengan sikap yang wajar dan adil. Karena bisa jadi sesuatu yang tadinya kecil, tetapi karena salah menyikapi, akan menjadi hal yang besar. Itulah perbedaan. Tak ada yang dapat membedakan kita dengan orang lain, kecuali karena ketakwaannya kepada Allah SWT” (QS. Al_Hujurat: 13). Berikut ini merupakan 3 kunci utama dalam bergaul dengan sesama manusia, terutama bagi sesama muslim, yaitu: ta’aruf, memahami dan saling menolong.
4.      Suka membantu

BAB IV
PEMIMPIN YANG PENOLONG, BAGUS MORALNYA DAN PROFESIONAL
4.1              Penolong
Pemimpin adalah pelayan, penolong, memiliki kemampuan untuk membimbing ( Darmawan, 2006 ). Perintah allah untuk saling tolong-menolong sesama manusia dalam hal kebaikan dan ketaqwaan tercantum dalam QS. Al-Maidah ayat 2 yang artinya Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keridhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya ( Al-Qur’an dan terjemahan, 1998 ).

4.2              Bagus Moralnya
Ada lima nilai moral dalam islam, yaitu :
a.                   Tauhid ( kebebasan ).
            Tauhid merupakan satu kunci utama dalam agama Islam, artinya seseorang dikatakan beragama jika tidak lepas dari tauhid. Pengertian tauhid sendiri adalah percaya kepada Tuhan atau meng-Esa-kan Tuhan ( hanafi, 1996 ). Sekalipun tauhid sebagai bentuk manifestasi dari sikap percaya kepada tuhan yang dilakukan oleh penganut agama tetapi cara bertauhidnya berbeda-beda. ( Nurulyamin, 2004 ). Karena bagaimanapun tingkat kepercayaan kepada Tuhan dalam diri seseorang tidak dapat dilihat dan dihitung dengan angka dengan oleh manusia lainnya.
Adapun ajaran tauhid dalam islam sebagaimana difirmankan oleh Allah swt dalam surat Al-baqarah ayat 163 yang artinya : “ Dan Tuhanmu adalah Tuhan yang Maha Esa, tidak ada Tuhan selain Dia yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”. ( Universitas Islam Indonesia, 2003 ).

b.                  Nikah ( nilai keluarga ).
Dalam pandangan islam pernikahan merupakan konsep illahi yang didalamnya terkandung unsure-unsur religi maupun unsure social. Pernikahan sebagai suatu cara membentuk keluarga merupakan perintah agama ( QS. An-nisa:3 ), agar manusia dapat hidup tentram dan bahagia ( QS. Ar-Rum : 21 ).  Selanjutnya jika dilihat dari sisi hokum Islam, pernikahan merupakan suatu adat penyerahan dan penyerahan ( ijab qobul ) yang mengandung makna sangat dalam ( Suwaid, 2006 ).  
Namun pada akhir-akhir ini kecenderungan demoralisasi dalam kehidupan berkembang dengan luar biasa. berkembangnya seks bebas dikalangan remaja merupakan suatu hal yang sangat mengkhawatirkan. Penelitian terhadap remaja di 11 kota besar di Indonesia menghasilkan suatu kesimpulan bahwa 20% remaja telah melakukan seks bebas sebelum nikah ( Yusuf, 2007 ).

c.                   Hayati ( nilai kemanusiaan )
 Manusia semuanya dimata Allah itu sama sedrajat. Hal ini dijelaskan pula dalam pancasila sila ke 2 yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab, dijelaskan pula dalam surat al-hujarat ayat 13 yang artinya : “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” ( Universitas Islam Indonesia, 2003 ).

d.                  Adil ( nilai keadilan )
Adil adalah proporsional, sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Pemimpin harus bersikap adil, karena jika pemimpin tidak adil maka memunculkan kecemburuan masyarakat yang dapat memicu kerawanan social, konflik dan ketegangan dalam masyarakat. Pemimpin yang ideal adalah pemimpin yang dapat membawa rakyatnya menjadi makmur dalam keadilan dan adil dalam kemakmuran. Allah berfirman dalam surat Al-Maidah ayat 8 yang artinya “ hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang –orang yang selalu menegakkan ( kebenaran ) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencian terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adilah, karena adil itu lebih dekat dengan taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, karena sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. ( Hakim, 2007 ).
e.                   Amanah ( nilai kejujuran )
Amanah dapat ditampilkan dalam  bentuk ketrbukaan, kejujuran, pelayanan yang optimal, ihsan ( berbuat yang terbaik dalam segala hal untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat ). Dengan amanah maka akan terhindar dari kolusi, korupsi dan manipulasi serta akan dapat memberikan kepercayaan penuh dari anggotanya atau orang lain sehingga program-program kepemimpinan akan dapat dukungan optimal dari para anggotanya. Dijelaskan dalam Al-Mu’minun ayat 8 yang artinya dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat ( yang dipikulnya ) dan janjinya ( Al-mu’minun: 8 ) ( Hakim, 2007 ).  
4.3              Profesional
Betapa perlunya profesional tugas dan pekerjaan dijiwai dengan semangat amanah yaitu jujur dan adil. Bila setiap muslim menyadari tugas dan tanggung jawab insya Allah mampu meningkatkan semangat kerja prestatif dengan dilandasi dengan kejujuran, keadilan, ketaatan, keikhlasan dan kerja sama ( Fajal, 1997 ).  
a.                   Bekerja yang memenuhi keahlian
Keahlian dan kemauan kita untuk belajarlah yang bisa mempercepat kesuksesan. Dengan keahlian yang tinggi, tentu kita akan mudah mencari pekerjaan atau bahkan membuka lapangan pekerjaan.
b.                  Bekerja dengan ilmu
Memiliki pengetahuan dan kemampuan yang cukup untuk mengendalikan perusahaanya. Semakin besar kemampuan dan pengetahuanya terhadap urusan pekerjaan, pengaruhnya akan semakin kuat. Allah telah berfirman dalam surat Al-Mulk ayat 1 yang artinya “ Maha Suci Allah yang ditangan-Nya lah segala kerajaan, dan Dia Maha kuasa atas segala sesuatu”. Kekuasaan berada ditangan-Nya sehingga Dia mampu berbuat apa saja yang dikehendaki. Karena tidak ada yang mampu berbuat apa saja kecuali Allah. Dalam hal ini kekuatan manusia untuk mengendalikan perusahaan karena kemampuan dan ilmunya bukan berarti menyamai kekuasaan Allah yang menguasai seluruh langit dan bumi ( Hakim, 2007 ).
Ilmu pengetahuan memang sangat diperlukan, contohnya ada orang yang sudah memiliki kepercayaan yang tinggi tapi masih belum mampu mengembangkan kepemimpinan dirinya karena ia tak memiliki pengetahuan yang tinggi tentang kepemimpinan. Untuk itu, ia harus belajar dan berlatih tentang ilmu dasar kepemimpinan dan pengembangannya dan setelah itu iya harus terus melatih ilmu yang dia miliki (  Multitama, 2007 )
c.                   Kerjasama
Untuk mewujudkan kepemimpinan yang sukses, kerjasama harus  terjalin antar anggota dan orang lain. Dalam kerjasama kita juga harus dapat melakukan komunikasi yang baik antar anggota. Komunikasi yang terhambat membuat banyak rencana yang telah dibuat menjadi terhambat. Tanpa kominikasi, orang lain akan menganggap orang lain tidak ada. Karena itu komunikasi harus dilakukan dengan baik dengan orang-orang yang ada disekitar. Tujuan komunikasi sendiri adalah tersampaikanya apa yang ingin anda sampaikan kepada orang lain. Komunikasi yang baik dan efektif tidak menuntut banyak kata-kata yang indah yang membuat orang terpesona. Kominikasi efektif merupakan komunikasi yang sederhana, tidak bertele-teledan tepat pada sasaran yang dimaksud ( Multitama, 2007 ).
d.                  Menghargai waktu
”Demi waktu. Sesungguhnya manusia ada dalam kerugian.” Dalam Alquran surat Alashr ayat 1 dan 2 ini, Allah SWT bersumpah dengan salah satu makhluknya, yaitu waktu. Sumpah Allah ini menandakan bahwa waktu memiliki arti yang sangat penting untuk senantiasa diperhatikan oleh manusia.
e.                   Bekerja dengan sungguh-sungguh
Dalam AL-qur’an Allah tidak memerintahkan hanya asal bekerja saja namun harus dengan sungguh-sungguh, sepenuh hati. Al=qur’an tidak member peluang kepada seseorang untuk tidak melakukan aktivitas kerja sepanjang saat yang dialaminya dalam kehidupan dunia ini. Ditegaskan dalam surat Al-ashr ayat 5-6 yang artinya “ karena sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan “( Shihab, 2007 ).
f.                   Bekerja sebagai sebuah amanah
Jika pekerjaan dipandang sebagai amanah, maka seseorang akan menyadari bahwa dia mengambil peran dalam sebuah sistem. Sadar bahwa amanah utama yang diembannnya memiliki dampak pada pekerjaan dan urusan orang lain. Kesadaran ini akan membawa seseorang untuk memberikan lebih dalam menuntaskan pekerjaan, berinisiatif, dan tidak hanya terkotak-kotak pada poin kontrak. Seseorang akan bekerja sebaik-baiknya agar tidak merugikan pekerjaan rekan kerjanya, persis seperti analogi kopi yang saya sebut di atas.
g.                  Bekerja sebagai sebuah ibadah
Dalam surat Adz-Dzariyat ditegaskan bahwa Al-qur’an menuntut agar semuakerjaaan hendaknya menjadi ibadah kepada Allaha, apa pun jenis dan bentuknya. Karena itu, Al-Quran memerintahkan untuk  melakukan aktivitas apa pun setelah menyelesaikan ibadah ritual. Seperti dalam firman Allah : Apabila telah melaksanakan shalat (Jumat), bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah, dan selalu ingatlah Allah supaya kamu beruntung (QS Al-Jum'ah [62]: 10) ( Shihab, 2007 ).
h.                  Pengendalian mutu







KESIMPULAN
a.       Gaya kepemimpinan akan bersifat membangun jika gaya kepemimpinan yang digunakan sesuai dengan para followers/pengikutnya.
b.      Pemimpin harus bersifat amanah, dan harus dekat dengan Allah agar mengetahui tanggung jawabnya sebagai pemimpin dan bersifat lebih efisien dalam memimpin.
c.       Mewujudkan pemimpin yang penolong yaitu peduli dengan sesama, professional dapat menciptakan para SDM yang bagus mutunya serta baik moralnya.

DAFTAR PUSTAKA
Abdul Aziz, Jum’ah Amin. 2010. Fiqih Dakwah Studi Atas Berbagai Prisip Dan Kaidah Yang Harus Djadikan Acuan Dalam Dawah Islamiyah. Surakarta : Adicitra Intermedia.
Abu Sinn, Ahmad Ibrahim. 1996. Managemen Syariah. Jakarta : Amzah.
Al-Mabarkafury, Shafy Al-Rahman. 2008. Al-Rahîq Al-Makhtûm. Kairo: Dâr Al-Wafâ.
Al-Mawardi. 1973. Al-Ahkan Al-Sulthaniyah.  Mesir : Alhalabi
Amin, Syamsul Munir, M.A. 2009. Ilmu Dakwah.  Jakarta : Amzah
Al-Q Ur’an Dan Terjemahanya. 1998. Semarang : Toha Putra
 Barnadib, Imam Dan Sutari Imam Barnadib. 1998. Beberapa Aspek Substansial Ilmu Pendidikan, Yogyakarta: Andi.
Chundori, Tutur, Dkk.  2012. Pendidikan Agama Islam. Purwokerto : UPT Universitas Jenderal Soedirman
Darmawan, Cecep.2006. Kiat Sukses Management Rasulullah. Bandung : Khazanah Intelektual.
Davis, Keith.Dan John W Newstroon. 1985. Perilaku Dalam Organisasi. Alih Bahasa : Agus Dharma. Jakarta : Erlangga.
Donner, Fred. 1981. The Arly Islamic Conquest. America : Princeton University Press.
Fajal, Basyarudin. 1997. Kepribadian Muslim. Bandung : Ikatan Masjid Indonesia.
 F. A. Shamsi. 1984. "The Date Of Hijrah", Islamic Studies 23 : 189-224, 289-323.
Hajsmy. 1884. Dustur Dakwah Menurut Al-Qur’an.Jakarta : Bulan Bintang.
Hakim, Abdul. 2007. Kepemimpinan Islami. Semarang : Unissula Press.
Hamka. 1990. Prinsip Dan Kebijakan Dakwah Islam. Jakarta : PT. Pustaka Panjimas.
Hanafi, Ahmad. 1996. Theology Islam ( Ilmu Kalam . Jakarta : Bulan Bintang
Hersey, Paul Dan Ken Blancard. 1982. Managemen Of Organizational Behaviour. New Jersey :  Prentice Hall Inc Englewood Cliffs.
Kholid, A.H.Dan Lilis S. 1997. Pembelajaran Bahasa Indonesia Disekolah Dasar. Jakarta : Universitas Terbuka
Langgulung, Hasan. 1989. Manusia Dan Pendidikan, Suatu Analisa Psikologi Dan Pendidikan. Jakarta : Pustaka Al-Husna.
Madjid, Nurcholis. 1992. Islam Doktrin Dan Peradaban. Jakarta : Paramadina
Moeljono, Djokosantoso. 2003. Beyond Leadership Konsep Kepemimpinan. Jakarta : Erlangga.
Multitama Communication. 2007. The Power Of Leader Potret Kepemimpinan Islam Yang Diteladani Dan Dinantikan Kemarin, Hari Ini, Dan Esok. Penerbit : Media Eka Sarana.
Nasution, Mulia. 1994. Managemen Personalia, Aplikasi Dalam Perusahaan. Jakarta : Djambatan.
Naatsir. 1999. Dakwah Dan Tujuan Dalam Dr. Thohir Luth, M.Natsir: Dakwah Dan Pemikirsnnys. Jakarta : Gema Insane Press.
Nurulyamin, Anwar. 2004. Taman Mini Ajaran Islam :Alternative Mempelajari Islam. Bandung : Remaja Rosdakarya
Omar, Toha Yahya. 1979. Ilmu Dakwah. Jakarta : Wijaya.
Priatna, Tedi. 2004. Reaktualisasi Paradigm Pendidikan Islam. Bandung : Pustaka Bani Quraisy.
Qutbh, Sayid. 2001. Islam Dan Perdamaian Dunia. Jakarta : Pustaka Firdaus
Riyadi, Slamet. 2011. “ Pengaruh Kompensasi Finansial, Gaya Kepemimpinan Dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada Perusahaan Manufaktur Di Jawa Timur”. Jurnal Managemen Dan Kewirausahaan Vol. 13 No. 01.
Shihab, M. Quraish. 2007. Membumikan Al-Qur’an Fugsi Dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat. Bandung : Mizan.
                                    . 2007. Wawasan Al-Qur’an : Tafsir Maudhu’i Atas Berbagai Persoalan Umat. Bandung : Mizan.
Somadoyo, Samso. 2011. Strategi Dan Teknik Pembelajaran Membaca. Yogyakarta :Graha Ilmu.
Sukayat, Tata.             2009. Quantum Dakwah. Jakarta: Rineke Cipta.
Suwaid, Muhammad Nur Absul Hafizh, 2006. Mendidik Anak Bersama Nabi ( Manhaj Al Tarbiyah Al Nabawiyah Li Thifl ) Terjemahan Salafuddin Abu Sayid. Solo : Pustaka Arafah.
Syafiie, Inu Kencana. 2000. Al-Qur’an Dan Ilmu Administrasi. Jakarta : Rineke Cipta
Taimiyah, Ibnu. 2009. “Majnu Al-Fatwa”Dalam Dr. Syamsul Munir Amin, Ilmu Dakwah. Jakarta ; Amzah.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2008. Kamus Bahasa Indonesia.  Jakarta : Pusat Bahasa Depertement Pendidikan Nasional.
Thoha, Miftah. 2007. Kepemimpinan Dalam Managemen : Suatu Pendekatan Perilaku. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Universitas Islam Indonesia, 2003. Al-Qur’an Karim Dan Terjemahnya, Jilid I. Yogyakarta : UI Press.
Usman, Husaini. 2006. Management, Teori, Praktik Dan Riset Pendidikan. Jakarta : PT. Bumi Aksara.
Yulistina, Tina. 2007. Kepemimpinan Model Nabi. Malang : Qalam Grup.
Yusuf, Samsu Dan A. Juntika Nurihsan. 2007. Teori Kepribadian. Bandung : Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia Dan Remaja Rosdakarya.
Winardi. 1983. Pemimpin Dan Kepemimpinan Dalam Management. Bandung : Alumni