II.
PEMBAHASAN SOSIS
2.1 Sosis
Menurut
Raharjo dan Wasito (2002), sosis merupakan produk daging yang digaram dan
dibumbui, berasal dari bahasa latin Salsus
(garam). Produk ini lebih populer karena bentuknya lonjong bulat. Sosis
yang dibuat dari daging segar mempunyai tingkat kekenyalan yang lebih tinggi
dibandingkan bila dibuat dari daging yang dilayukan lebih dahulu. Menurut Dedi
(2012), kata sosis berasal dari kata dalam bahasa Latin “Salsus”, yang berarti
diasinkan atau diawetkan. Menurut catatan sejarah, yaitu dokumen Yunani yang
ditulis sekitar tahun 500 SM, sosis pertama kali dibuat oleh orang Sumaria
(sekarang Irak) sekitar tahun 300 SM. Saat itu masyarakat Sumaria akan
menghadapi musim paceklik, lalu timbulah ide bagaimana caranya agar makanan
yang berlebih masih awet dan bisa dimakan dalam keadaan baik di musim paceklik
itu. Sehingga terciptalah makanan siap saji dari daging yang diberi garam
dibumbui dan dimasukan dalam selongsong dari usus hewan.
Umumnya
sosis merupakan suatu emulsi oil in water
dengan lemak sebagai fase terdispersi dan air sebagai fase kontinyu serta
protein daging berfungsi sebagai emulsifier
(pengemulsi). Sebagian besar pengemulsi dalam sosis adalah protein larut garam
yaitu aktin dan miosin (Ariyani, 2005). Hal ini juga dikarenakan protein
mempunyai lengan hidrofobik yang
dapat berikatan dengan lemak dan lengan hidrofilik yang berikatan dengan
air.
Sosis merupakan
salah satu produk olahan daging yang digemari oleh masyarakat. Sosis ayam
adalah daging ayam giling yang didalamnya telah ditambahkan dengan bahan
tambahan, seperti minyak bumbu, tepung sebagai bahan pengikat dan kemudian
dikemas dalam chasing dan direbus.
Menurut Standar
Nasional Indonesia (SNI 01-3820-1995), sosis yang baik harus mengandung protein
minimal 13%, lemak maksimal 25% dan karbohidrat maksimal 8%.
2.2 Jenis sosis
Komponen
utama sosis terdiri dari daging, lemak dan air. Dilihat dari jenis dagingnya,
sosis terdidri dari bebrapa jenis yaitu sosis ayam, sosis sapi dan sosis babi
(Astawan made, 2007). Namun jika
dilihat dari tingkat penghalusan enggilingan daging dibedakan atas sosis daging
giling dan tipe emulsi. Pada sosis daging giling, daging tidak dihaluskan
sehingga masih terlihat serat-serat daging yang belum hancur dan menghasilkan
tekstur yang khas. Sedangkan dalam sosis emulsi daging digiling halus sampai
terbentuk emulsi lemak yang ditambahkan.
Secara umum
sosis dibedakan menjadi empat yaitu sosis segar (fresh sausage), sosis masak (cooked sausage), sosis tipe emulsi (emulsion sausage) dan sosis fermentasi (fermented sausage).
1.
Sosis
segar yang dibuat dari daging segar, tidak dikuring (tidak dilakukan
penggaraman), dicacah, dilumatkan atau digiling, diberi garam dan bumbu-bumbu,
dimasukkan dan dipadatkan di dalam selongsong sarta harus dimasak sebelum
dimakan.
2.
Sosis masak yang dibuat dari daging
segar, bisa dikuring atau tidak dimasukkan dan dipadatkan dalam selongsong,
tidak diasap, dan setelah dibuat harus segera dimakan (Soeparno, 2005).
3.
Sosis fermentasi merupakan produk sosis
yang berasal dari hasil kerja bakteri pembentuk asam laktat, baik yang terdapat
dalam daging secara alami, maupun bakteri starter yang ditambahkan. Sosis
fermentasi dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu sosis kering (dry sausage)
dan sosis semi kering (semi dry sausage).
4. Sosis
tipe emulsi yaitu daging dan lemak telah digiling halus sehingga membentuk
emulsi (emulsi minyak dalam air). Dalam hal ini protein daging berperan sebagai
pengemulsi (emulsifier) karena dapat “menyatukan” lemak dan air (protein
memiliki lengan hidrofobik yang dapat berikatan dengan lemak dan lengan hidrofilik
yang berikatan dengan air). Protein daging yang berperan sebagai pengemulsi
adalah protein miofibril yaitu miosin dan aktin.
2.3 Bahan yang
digunakan dalam pembuatan sosis
Bahan-bahan yang digunakan dalm pembuatan sosis diantaranya
daging cincang atau giling, garam, gula, ketumbar, merica, bawang putih, telur,
tepung tapioka, dan air es. Menurut Ridwanto (2003), bahan baku yang yang
sering digunakn dalam pembuatn sosis adalah daging, minyak, air es, dan garam
sebagai bahan utama, sedangkan bahan tambahan berupa bahan pengisi, bahan
pengikat, bumbu-bumbu, dan bahan makanan lain yang diizinkan.
Penambahan
garam bertujuan untuk memperbaiki tekstur sosis dan sebagai pengawet. Bawang
putih sebagai penambah aroma dan sebagai antioksidan. Penambahan gula bertujuan
untuk meningkatkan citarasa, tekstur, dan mengawetkan sosis. Penambahan
bumbu-bumbu seperti merica, ketumbar bertujuan untuk menambah citarasa,
tekstur, dan aroma sosis. Hal ini sesuai dengan pendapat Soeparno (1992), garam
dalam pembuatan sosis berfungsi sebagai pengawet, penambah aroma, dan citarasa.
Penambahan bumbu-bumbu seperti merica dan ketumbar berfungsi sebagai untuk
meningkatkan flavour serta sebagai antioksidan yang mencegah
terjadinya ketengikkan.
Menurut Aberle et
al.,(2001), bumbu (merica, bawang putih, ketumbar, dan lengkuas) berfungsi
sebagai pemberi citarasa, penambah karakter warna, tekstur, dan sebagai
antioksidan. Bawang putih merupakan salah satu rempah-rempah yang
digunakan pada makanan yang memiliki daya antibakteri, antimikroba, dan
bakterisidal yang bermanfaat meningkatkan metabolisme tubuh serta sebagai obat
kesehatan. Menurut Barley (1998), gula
berfungsi sebagai pemberi citarasa, aroma, warna, tekstur, dan sebgai
penghambat pertumbuhan bakteri.
Selanjutnya
dinyatakan bahwa penambahan bahan pengisi dan pengikat bertujuan untuk
meningkatkan stabilitas emulsi, meningkatkan daya mengikat air, meningkatkan
citarasa, mengurangi pengerutan selama pemasakan serta mengurangi biaya
formulasi. Bahan pengikat adalah material bukan daging yang dapat meningkatkan
daya mengikat air daging dan emulsifikasi lemak. Bahan pengisi adalah
bahan yang mampu mengikat sejumlah air tetapi mempunyai
pengaruh kecil terhadap emulsifikasi. Perbedaan utama antara bahan
pengikat
dan pengisi adalah kemampuan bahan pengikat untuk mengemulsi
lemak.
Bahan pengikat mengandung protein yang lebih banyak daripada bahan pengisi.
2.4 Faktor-faktor yang
mempengaruhi proses pengolahan sosis.
Kriteria terpenting dalam pembuatan sosis adalah
kestabilan emulsi. Suatu emulsi dikatakan stabil apabila partikel-partikel yang
terdispersi tidak atau sedikit sekali mempunyai kecenderungan untuk bersatu
lagi sehingga terbentuk lapisan yang terpisah. Sosis merupakan produk olahan
daging yang membentuk emulsi lemak dalam
air. Protein daging yang terlarut bertindak sebagai pengemulsi dengan
membungkus atau menyelimuti semua permukan partikel terdispersi. Menurut
Soeparno (2005), stabilitas emulsi dipengaruhi oleh temperatur selama proses
emulsifikasi, ukuran partikel lemak, Ph, jumlah dan tipe protein yang larut dan
kekentalan emulsi.
Masalah yang dihadapi
dalam pembuatan sosis adalah pecahnya emulsi. Emulsi dapat pecah karena
penggilingan yang berlebihan, miosin daging rendah, kolagen yang tidak seimbang
(daging pendek), pemanasan yang berlebihan dan terlampau cepat selama proses
pengolahan (Winarno, 1993). Penggilingan berlebihan menyebabkan pecahnya
emulsi. Hal ini dikarenakan diameter partikel lemak menjadi lebih kecil dan
luas permukaan lemak menjadi lebih besar. Sehingga protein tidak cukup
menyelubungi semua partikel lemak. Penggilingan daging bersama es dan
penyimpanan selama beberap jam akan menyebabkan ekstrasi protein atau kemampuan
protein mengikat lemak dan air menjadi lebih efisisen dan mempengaruhi
kandungan protein sosis (Soeparno, 2005).
DAFTAR
PUSTAKA
Soeparno.
2005. Ilmu dan Teknologi Daging. UGM
Press. Yogyakarta.
Winarno,
F.G.1993. Pangan Gizi, Teknologi dan
Konsumen. Gramedia pustaka utama. Jakarta.
Aberle,
E.D., J.C. Forrest, D.E.Gerrard, E.W. Mills, H.B. Hendrick., M.D. Judge, dan
R.A. Markel. 2001. Principles of Meat Science 4th Edition. Hunt
Publishing. Lowa.
Barley,
M.E. 1998. Flavour of Meat Product and Seafood. : 2nd Edition. Blackre
Academis and Prefesional. New York.
Ridwanto,
I. 2003. Kandungan Gizi dan Palatabilitas Sosis Daging Sapi dengan Substitusi
Tepung Tulang Rawan Ayam Pedaging sebagai Bahan Pengisi. Fakultas Peternakan
IPB. Bogor.
Soeparno.
1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan I. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Dedi,
Londong. 2012. Proses Pembuatan Sosis. Kanisius. Yogyakarta.
Ariyani,
Fajar R. 2005. Sifat Fisik dan Palatabilitas Sosis Daging Sapi dengan
Penambahan Karagen. Fakultas Peternakan IPB. Bogor.
Raharjo,
A.H.D dan Wasito, samsu. 2002. Buku Ajar
Teknologi Hasil Ternak. Universitas Jenderal Soedirman: Purwokerto
Astawan,
Made. 2007. Depertemen Teknologi Pangan
dan Gizi. IPB. Bogor.